Prospek Telat 45 Menit di RS, Aku Malah Dapat Order Bonus – Cuma Sambil Ngopi Gratis di AC Dingin!

Table of Contents

Bayangkan ini: Siang bolong, matahari di luar sana lagi marah besar, panasnya kayak oven raksasa yang lupa dimatiin. Kamu bukan lagi si superman sales yang lompat-lompat di jalan raya, tapi si penunggu setia di sudut rumah sakit. Bukan di lorong darurat yang bau obat, tapi di oasis rahasia: layanan kopi gratis di ruang tunggu AC rumah sakit. Ya, yang cangkirnya striker green tea tapi isinya kopi wkwkw, kopinya instan ala "selamat datang, silakan ngopi sambil nunggu panggilan adzan—eh, maksudnya, nunggu antrean." Udara dinginnya sejuk menusuk tulang, bikin keringatmu yang tadi banjir langsung surut seperti pasien yang sembuh mendadak.
Aku ingat dulu, saat pertama kali jadi salesman alkes—alat kesehatan, buat yang nggak tahu, itu senjata rahasia dokter biar pasiennya nggak cuma sembuh, tapi juga stylish dengan stetoskop impor—aku adalah raja kegelisahan. Setiap kali nunggu prospek dari bagian pengadaan, aku seperti termometer yang lagi overload: panas dingin, mondar-mandir di koridor panas, scroll HP sampe baterai ngos-ngosan. "Kenapa Bu Rahmida telat? Apa dia lagi rapat soal budget alkes? Atau lagi mikir, 'Eh, mending pesen spuit dari alien aja deh, daripada deal sama orang ini yang keringetan kayak baru lari maraton.'" Hasilnya? Waktu hilang, baju basah kuyup, dan saat Bu Rahmida akhirnya datang, senyumku kaku ala pasien gigi berlubang. Penjualan? Nol besar. Aku bahkan pernah mikir, "Mungkin karir sales alkes ini cuma buat orang yang punya superpower pendingin badan ala es krim."
Tapi suatu hari, di tengah neraka panas itu, aku memutuskan: "Cukup! Hari ini, aku bakal nunggu sambil... ngopi gratis di AC." Bukan ngopi mewah, ya. Ngopi ala petualang RS: ambil cangkir dari dispenser, tuang air panas yang kadang dingin, tambah gula secukupnya (atau secukupnya dompet), dan duduk di kursi empuk ruang tunggu yang dinginnya bikin bulu kuduk berdiri senang. Prospekku, Bu Rahmida dari RSIA —bagian pengadaan yang katanya "lagi di lantai atas, 10 menit lagi"—malah telat 45 menit. Biasanya, aku sudah meleleh seperti es lilin di bawah matahari. Tapi kali ini? Aku santai. Aku hirup kopi instan yang rasanya seperti pelukan hangat dari perawat ramah, dan biarkan AC itu meresap ke pori-pori seperti obat infus ajaib.
Sambil nunggu, aku amati "pasien" di sekitar: Dokter yang lagi ngopi sambil baca jurnal medis tebalnya, perawat yang cerewetnya bisa bikin drama Korea, dan... eh, tunggu dulu. Itu siapa? Ternyata, di meja sebelah, ada kepala apotek dari RS tetangga yang lagi ngopi sendirian, sambil ngeluh soal "alkes impor mahal, budget ketat banget di musim panas ini." Boom! Otakku yang sudah di-caffeinate tiba-tiba nyala seperti monitor EKG yang stabil. "Halo, Dok! Ngopi gratis juga ya? Eh, ngomong-ngomong, tahu nggak sih, ada monitor pasien baru yang harganya lebih murah dari harga AC ruangan ini?" Percakapan mengalir seperti infus saline: lancar, menyegarkan, dan bikin ketagihan. Hasilnya? Bukan cuma Bu Rahmida yang akhirnya datang (dan deal sukses soal pesanan spuit steril satu kontainer), tapi bonus satu prospek baru dari si Dok apotek yang langsung minta katalog. Dan yang lebih jenaka? Perawat tadi jadi saksi bisu, sambil bilang, "Wah, Mas ini jagoan ya, jualan alkes sambil ngopi dingin. Besok pesen termometer satu dus dong, bayar pake cerita lucu!"
Sejak itu, ngopi gratis di ruang AC RS jadi senjata rahasiaku. Bukan cuma buat ngadem dari panas luar, tapi buat "memprospek ala kopi RS"—strategi sederhana yang bikin kamu nggak cuma menunggu, tapi berburu peluang di antara bau antiseptik dan suara pager. Gini caranya, biar kamu juga bisa, khusus buat sesama salesman alkes yang lagi berjuang lawan cuaca gila:
Pilih Spot AC Strategis, Bukan Lorong Panas. Jangan duduk di koridor terbuka seperti pasien hipotermia terbalik. Cari ruang tunggu kopi gratis dekat kantor pengadaan, biar kamu bisa "scan" siapa aja yang lewat—mungkin Bu Rahmida lagi ngantri lift. Bonus: Dinginnya bikin ide-ide panasmu jadi dingin segar, minus keringat yang bikin presentasi jadi "basah kuyup."
Kopi Instan Bukan Minuman, Tapi Booster Medis. Rasanya biasa aja? Jadikan itu obat mujarab buat kreatifitas. Sambil nunggu, catat di notes HP: "Apa pain point Bu Rahmida? Gimana aku bisa pitch alkes yang bikin dia mikir, 'Wah, ini orang ngerti banget budget RS gue!'" Humornya? Kalau ide nggak keluar, salahkan dispenser kopinya—bukan otakmu yang lagi "demam" gara-gara panas.
Jadi Detektif RS, Bukan Zombie Scroll. Alih-alih scroll feed yang bikin iri sama liburan dokter lain, amati sekitar. Tanya perawat: "Eh, Mbak, sering ada kepala pengadaan ngopi di sini?" Atau sapa orang sebelah: "Panas ya luar sana? Kayak suhu badan pasien demam aja, 40 derajat!" Dari situ, networking gratis lahir. Aku pernah dapat order ventilator 200 juta dari obrolan soal "kopi mana yang paling nendang buat shift malam?"
Akhiri dengan Twist Jenaka Ala Dokter. Saat Bu Rahmida datang, sambut dengan senyum lebar: "Wah, Bu! Kopinya udah dingin nih gara-gara nunggu di AC. Tapi untungnya, deal alkes kita bakal panas—eh, maksudnya, stabil seperti detak jantung!" Dia ketawa, es makin cair, dan boom—penutupan jualan yang mulus seperti suntikan tanpa jarum.
Intinya, teman sales alkes (atau siapa pun yang lagi nunggu di RS sambil lawan panas), jangan biarkan waktu nunggu jadi musuh yang bikin keringetan. Jadikan kopi gratis di AC sebagai sekutu. Itu bukan cuma jeda, tapi panggungmu untuk prospek yang tak terduga—dari spuit kecil sampe mesin MRI raksasa. Besok siang, ambil cangkirmu, duduk di ruang dingin, dan ingat: Setiap teguk kopi adalah satu peluang emas, plus bonus ngadem gratis. Siapa tahu, saat Bu Rahmida aslimu datang, kamu sudah punya cerita sukses baru untuk diceritakan—sambil pesen kopi kedua, tentu saja.
Mau coba? Ambil kopimu sekarang, dan tag aku kalau dapat order bonus dari RS tetangga. Siapa bilang sales alkes nggak bisa fun di tengah panas terik? Cheers to more deals, less sweat! ☕❄️

Post a Comment