-->

STRATEGI DAKWAH WALISONGO

STRATEGI DAKWAH WALISONGO
STRATEGI DAKWAH WALISONGO
strategi dakwah islam di jawa

Pada jamannya.. Wayang adalah hiburan paling hits, paling top, paling gaul, paling happening, paling keren..
Lalu para wali songo menggunakan wayang saat itu sebagai media dakwahnya.

Cerita pun disesuaikan..
1. Drupadi yang bersuami 5 Pandawa diubah jadi bersuami hanya 1 yaitu Yudhistira.

2. Ada Jimat Kalimosodo sebagai "plesetannya" Kalimat Syahadat. Yang merupakan senjata pamungkasnya Prabu Puntodewo a.k.a Yudhistira.
3. Istilah Dewa dihilangkan dan lebih memilih menggunakan istilah Bhatara. 
Bhatara (Devanagari: भटर ; Bhaṭāra) adalah utusan Brahman (Tuhan) sebagai pelindung umat manusia dalam tradisi Hindu. Bhatara tidak sepenuhnya berarti Dewa karena ada definisi yang berbeda antara Bhatara dengan Dewa.
Dan banyak lagi gubahan yang disesuaikan agar tak bertentangan dengan Syariat Islam.

Jauh lebih lanjut..
Sedikit demi sedikit, istilah-istilah pun mulai ditiru guna penyebaran agama Islam..

1. Para pembelajar kitab Tantra (kitab-kitab hindu) disebut TANTRI. Maka para wali menyebut para murid yang belajar Qur'an dan Islam dengan sebutan SANTRI.
2. Masyarakat jawa yang senang dengan kesenian, suka berkumpul dan menikmati berbagai macam seni di tempat bernama SANGGAR. Maka para wali menamai tempat ibadah bukan dengan nama masjid, tetapi LANGGAR. Langgar tidak hanya jadi tempat untuk sholat, tapi juga bermajelis (berkumpul), diskusi dan lainnya.
3. Diciptakan pula tembang-tembang Mocopat sebagai petuah tentang hidup dan tujuannya.
4. Ibadah tidak makan, tidak minum, tidak bercampur dengan istri, juga ada di dalam agama Hindu kala itu dengan nama UPAWASA. Di "plesetkan" oleh para wali menjadi ibadah PUASA sebagai penggantinya nama Shaum.
5. Kumpul penyembahan berhala di netralisir dengan Kenduri yang berisi pujian kepada Alloh, melantunkan kalimat Thoyibah, tahmid dan tahlil. Menggunakan beberapa pernak-pernak pelengkap berupa
- Tumpeng (5 Wektu Sing Mempeng) = Sholat 5 waktu yang rajin
- Warnanya Kuning agar hidup senantiasa Qona'ah
- Dilandasi dengan tempat yang disebit Takir dari kata Tadzkiroh. Agar terus ingat berdzikir kepada Alloh.

Dan masih buanyak lagi...
Dan jadilah Islam diterima di tanah jawa dan berkembang ke seantero Nusantara.
Andai penggunaan wayang dan segala bentuk istilah "plesetan" oleh para wali songo saat itu - dimana berperan sebagai bentuk menyamarkan proses transisi agama agar sesuai dengan bahasa kaum masa itu - dituduh sebagai penghinaan terhadap syariat Islam. Maka pastilah nusantara masih belum mengenal Islam.
Karena saya percaya..
Sebelum ada proses membenarkan.. Perlu ada proses Menetralkan terlebih dahulu.

Sama seperti ketika kami dulu ada di dunia anak-anak.. Kami tahu bahwa Ulang Tahun bukanlah hal yang disyariatkan. Tapi namanya anak-anak, ada rasa pingin saat melihat temannya dirayain. Dan andai dinasihati belum tentu mengerti.
"Ulang Tahun itu bid'ah nak.."

Bisa pusing dia.. Hehe
Maka netralisir dulu.. Minimal kata yang digunakan diganti (dinetralkan) menjadi tasyukuran milad. Nanti lambat laun ketika ilmu sudah merasuk, akal sudah berfungsi.. Maka kita beri pengertian, bahwa Ultah bukanlah bagian dari kehidupan seorang Muslim.

Inilah fungsinya strategi dakwah..
Berbicara dengan bahasa kaum agar diterima, adalah tujuan dari Tabligh.

Bukankah tugas dakwah adalah mengajak mereka yang belum tahu agar tahu?? Bagaimana bisa tahu, kalau masuk ke majelis saja sudah takut, sudah risih, sudah nggak nyaman??
Disitulah peran "Bahasa Kaum" untuk menarik perhatian.

Salam,
Andre 
Advertisement